Anggota Komisi XI DPR RI Masinton Pasaribu meyakini Presiden Jokowi memiliki
harga diri, dan tak tegiur dengan godaan nyeleneh menjadi wakil presiden.
Sebab, menurut Masinton, jabatan tertinggi di republik ini adalah presiden.
Jadi sangat mustahil, seseorang yang sudah meraih jabatan tertinggi, mau turun
pangkat.
Sebab jika itu terjadi, maka kredibilitas orang itu akan hancur di mata
masyarakat.
Namun, menurut Masinton, di era demokratisasi ini sangat wajar bila
wacana-wacana nyeleneh kerap muncul.
Sebab, tidak ada aturan yang tertulis bahwa Presiden dua periode tidak boleh
mencalonkan diri lagi sebagai wakil presiden.
"Dengan kita sistem presidensial ini presiden adalah presiden, jangan lagi
bermimpi menjadi wakil presiden. Intinya itu, kecuali wakil presiden ingin
menjadi presiden karena tahapannya ke situ," ucap Masinton di kantor Tribun
Network, Jakarta, Senin (26/9/2022).
Politisi PDIP tersebut menegaskan publik harus memahami bahwa pemilu sebagai
sarana demokrasi sepantasnya menjadi penguatan identitas kebangsaan RI.
Menurut Masinton, mustahil seorang mantan presiden mau menjadi wakil presiden.
"Nah kalau kita kan presidensial, semua urusan kepala negara dan kepala
pemerintahan ada di presiden sedangkan wakil presiden itu, dia tidak berbagi
kekuasaan dengan presiden. Dia hanya berada dalam satu lembaga Kepresidenan,"
imbuhnya.
Berikut petikan wawancara dengan Masinton Pasaribu:
Bagaimana Bang Masinton melihat ide fenomenal ini kalau saya melihatnya tidak
bahwa ini leterlek mengajukan Prabowo-Jokowi, tapi ada pesan mungkin?
Sebagai sebuah keinginan atau pesan agar pemilu 2024 nanti tidak seperti
pemilu sebelumnya. Tadi kalau dibilang sampai ada yang cerai, itu kalau
politik dibawa baper begitu. Istilah anak sekarang kena mental.
Jadi sebenarnya adalah kita semua harus memberikan edukasi dan pemahaman
bersama kepada publik bahwa apapun pemilu sebagai sarana demokrasi itu harus
bagian dari penguatan identitas kebangsaan kita. Bangsa yang majemuk tadi.
Pemilu itu untuk melahirkan kepemimpinan jangan sampai dinodai dengan
keterbelahan memainkan isu-isu yang membuat kondisi bangsa kita menjadi tidak
kondusif.
Maka sebenarnya nggak tau apakah Sekber terkoneksi juga dengan Qodari temannya
Pak Toto yang usulkan Jokowi-Prabowo karena nggak bisa tiga periode yauda
dibalik lagi Prabowo-Jokowi.
Artinya memang ada mencoba mengupayakan itu. It's ok, itu oke-oke saja dalam
sistem demokrasi kita tetapi kalau saya lihat dalam perspektif
ketatanegaraannya. Jabatan Wakil Presiden itu dalam konstitusi dia membantu
tugas Presiden.
Beda halnya kalau sistem ketatanegaraan kita bukan presidensial atau gabungan
parlementer dengan presiden atau terpisah.
Nah kalau kita kan presidensial, semua urusan kepala negara dan kepala
pemerintahan ada di presiden. Sedangkan Wakil Presiden itu, dia tidak berbagi
kekuasaan dengan Presiden. Dia hanya berada dalam satu lembaga Kepresidenan.
Wakil Presiden tidak dalam posisi menggantikan kecuali berhalangan sementara
misalkan ke luar negeri keluar Kepresnya. Kalau berhalangan tetap itu baru.
Artinya apa bahwa kelembagaan Presiden dan Wakil Presiden itu saya dalam
lembaga Kepresidenan. Jadi kalau Pak Jokowi ingin jadi Wakil Presiden mau
ngapain, kewenangan apa yang bisa dimiliki oleh dia selain membantu Presiden.
Beda halnya dengan negara Rusia yaitu Presiden Vladimir Putin yang berbagi
kepemimpinan dengan Perdana Menteri Dmitry Medvedev. Karena ada kekuasaan yang
dibagi. Nah kalau kita Prabowo-Jokowi kan nggak, Wakil Presiden ya memang
membantu Presiden.
Presiden Jokowi kemarin juga sudah menyatakan ya. Dan baiknya memang nggak,
jadi lucu-lucuan aja nanti karena apa, konstitusi kita tidak memberikan
kewenangan yang lebih kepada jabatan wakil presiden.
Fungsi Wakil Presiden sebetulnya seperti apa di lembaga Kepresidenan RI?
Tidak ada yang namanya keputusan Wakil Presiden, tidak ada itu.
Nah dulu kita pernah tahun 1945 keluar maklumat Wakil Presiden, yang ada kan
keputusan presiden, instruksi presiden, peraturan presiden, nggak ada
peraturan wakil presiden.
Memang Wakil Presiden lah yang membantu tugas-tugas Presiden. Dia di atas
menteri ya tapi bukan menteri. Jadi tugas-tugas yang didelegasikan oleh
Presiden kepada Wakil Presiden mengkoordinasi kalau sekarang terkait umpama
tim kesejahteraan apa segala macam.
Kalau Pak Jokowi mau jadi Wakil Presiden menurut saya itu keterlaluan lah,
jadi lucu-lucuan aja gitu, apa sih memang yang mau dikejar.
Beberapa waktu lalu Projo melontarkan satu angka bahwa masih ada 30 persen
pemilih Indonesia yang masih menginginkan kepemimpinan Pak Jokowi, ini kan
satu sinyal bahwa Pak Jokowi masih punya pengaruh, pendapat Anda?
Bahwa ada yang menginginkan iya, tetapi kan tidak dominan. Masyarakat kita
sekarang sudah level kesadaran bernegaranya sudah mulai maju. Tidak lagi
kepada figur sebaik apapun orangnya.
Bicara tentang sistem, aturan, masyarakat kita telah memahami bahwa tidak
boleh (Jokowi kembali maju). Itu membentuk persepsi masyarakat karena
kesadaran bernegara yang sudah maju tadi.
Pak Jokowi memang baik tapi konstitusi membatasi, kira-kira begitulah level
masyarakat memahami itu berdasarkan survei yang dilakukan Bung Toto dan
kawan-kawan.
Artinya apa, ini bagus, sesungguhnya bagus buat generasi kita ke depan.
Kekuasaan kita ini kan koreksi dari masa orde lama dan baru maka semangat dari
reformasi itu membatasi kekuasaan yang lama tadi termasuk masa jabatan
periodisasi presiden.
Nah maka dengan pembatasan ini menurut saya kita harus konsisten. Nggak boleh
kita hanya karena cinta kepada seseorang, menurut saya kita sudah bergerak
maju lah level kesadaran masyarakat. Sebaik apapun figur tersebut yang kita
kedepankan adalah sistem presidensial.
Apakah preferensi yang diberikan Pak Jokowi mempengaruhi orang untuk memilih
seseorang calon? Artinya jika Pak Jokowi menunjuk katakanlah Prabowo berarti
30 persen akan memilih Pak Prabowo atau bagaimana?
Mungkin relawannya yang dukung, tapi masyarakat kan punya preferensi sendiri.
Kalau relawannya iya ngikut lah yah 80 persennya.
Saya kira masyarakat ada figur tersendiri yang akan dipilih masyarakat jadi
nggak automatically juga.
Menurut Bang Masinton logis nggak ide pengusungan Prabowo dengan Jokowi karena
Pak Jokowi juga kader PDIP bukan hanya Ganjar dan Puan?
Kalau saya berpandangan jangan lah kita kan harus memberikan warisan yang baik
juga buat generasi berikutnya. PDIP kan juga nggak kekurangan potensi sumber
daya.
Sehingga yasudah dengan konstitusi itu sebagai kontra politik kita masa
jabatan dibatasi dua periode dan meskipun di situ ada ruang, tadi di situ
secara leterlek dia tidak ditulis Presiden boleh menjadi wakil.
Tetapi dengan kita sistem presidensial ini Presiden adalah Presiden jangan
lagi bermimpi menjadi wakil presiden. Intinya itu, kecuali Wakil Presiden
ingin menjadi Presiden karena tahapannya ke situ.
Saya kira kita semua sepakat jabatan Presiden adalah jabatan tertinggi di
negeri ini.
source: TRIBUNNEWS➚
Post a Comment for "Politisi PDIP: Kalau Presiden Jokowi Mau Jadi Wapres, Itu Keterlaluan!"