Ikuti kami di

Paradigma Maritim Luput di Debat Cawapres

Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus

Paradigma Maritim Luput di Debat Cawapres


Oleh: Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus
(Asisten Peneliti di Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, Alumnus Program Studi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM)

DEBAT cawapres Minggu (21/1) lalu menjadi mimbar diskusi dan debat seputar sumber daya alam, pangan, dan energi. Dalam perjalanan debat, pernyataan penting disampaikan oleh salah satu calon wakil presiden bahwa penting menekankan diskusi dalam tataran paradigma dan kebijakan secara umum. Poin ini penting mengingat sebagai top level management dalam struktur negara, paradigma pembangunanlah yang menjadi penting untuk dipahami. Paradigma memengaruhi bagaimana seorang pemimpin menentukan keberpihakan dan tentunya bagaimana pada akhirnya menentukan keputusan.

Membangun Kesadaran Paradigma Negara Maritim

Paradigma pembangunan yang diyakini pemimpin negara perlu relevan dengan karakteristik khas Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi logis bagaimana seorang pemimpin memerintah negara ini. Salah satu aspek yang melekat (embedded) dalam karakteristik negara kita adalah geografis negara Indonesia yang berupa kepulauan (archipelagic country). Oleh karena itu, paradigma geomaritim menjadi patut berkembang menjadi instrumen uji dari berbagai kebijakan yang ditelurkan pemimpin negara kita.

Dalam konsep geomaritim dikenal Astha Tarani. Satu aspek dalam konsep tersebut yang relevan kaitannya dengan paradigma pembangunan adalah perlunya ”memperhatikan bentuk dan letak strategis wilayah Indonesia untuk pengelolaan berbasis kebinekaan wilayah geografi”. Sehingga pemahaman karakter khas negara kepulauan dan perbedaan kondisi tiap gugusan pulau perlu menjadi dasar pattern of thought/pola pikir dari pemimpin negara. Hal ini menjadi penting mengingat pembangunan wilayah kepulauan memiliki asumsi dan pendekatan berbeda dari mayoritas mazhab pembangunan yang memakai tolok ukur negara kontinental.

Paradigma negara maritim sejatinya dikenalkan dalam bawah nalar masyarakat Indonesia sejak dini. Anak-anak di Indonesia dikenalkan dengan lagu Dari Sabang Sampai Merauke. Secara visual, gugusan kepulauan negara Indonesia terpampang dalam peta-peta di tembok-tembok sekolah. Tidak sedikit pula yang membuat prasasti maupun relief berbentuk Kepulauan Nusantara. Belum lagi slogan-slogan seperti negara maritim, poros maritim, maupun negara Nusantara yang direpetisi dalam berbagai media.

Besarnya upaya-upaya tersebut sayangnya tidak tecermin alias luput dalam landasan berpikir utama rencana mengelola sumber daya alam (SDA) dalam debat cawapres. Debat terakhir (21/1) yang kental membicarakan aspek manajerial SDA belum kuat menunjukkan bagaimana paradigma negara maritim menjadi tantangan maupun peluang solusi yang ditawarkan masing-masing cawapres.

Beberapa tema pertanyaan dan diskusi dalam debat sebenarnya potensial untuk mengapitalisasi paradigma ini. Diskusi seputar penyediaan dan menjaga kualitas gizi pangan, penyediaan energi hijau yang berkeadilan, maupun pengembangan desa akan lebih tepat sasaran jika mendudukkan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan. Sayangnya, belum ada yang mengambil peran untuk mengapitalisasi paradigma ini.

Beberapa kali jawaban pertanyaan panelis maupun tanya jawab antarcawapres masih belum mencerminkan solusi yang maritime based. Alih-alih mendudukkan prakondisi negara kepulauan sebagai tolok ukur solusi, beberapa solusi cenderung masih menggunakan pola pikir kontinental dalam menyelesaikan permasalahan.

Belum digunakannya paradigma negara maritim dibuktikan pada jawaban pertanyaan mengenai pangan. Solusi yang tampaknya coba ditampilkan oleh masing-masing calon hanya menekankan pada upaya intensifikasi dan juga ekstensifikasi pertanian. Padahal, aspek diversifikasi juga cukup penting mengingat diet based dari tiap kepulauan Indonesia memiliki karakter beragam. Dikhawatirkan perubahan diet yang cenderung dihomogenkan menjurus pada ketergantungan pangan dari daerah lain, memperpanjang rantai distribusi, berdampak pada kualitas lingkungan hidup, dan banyak dampak lainnya.

Kedua, strategi penerapan energi hijau masih menekankan pada aspek produksi untuk memenuhi demand. Aspek distribusi energi dalam negara kepulauan masih perlu dilihat mengingat ada laut sebagai pemisah/barier. Dalam konteks energi terdapat pulau yang dominan sebagai konsumen, sementara ada pulau yang dominan sebagai produsen. Perlu solusi dalam aspek transmisi energi antarpulau maupun solusi mandiri dalam jaringan off grid di daerah yang tak mampu dijangkau jaringan on grid. Pola konsumsi dan kesiapan teknologi yang berbeda perlu dipertimbangkan pula dalam strategi distribusi energi yang berkeadilan.

Sejatinya terdapat beberapa arah diskusi dan pertanyaan yang mengarah ke tema maritim. Misalnya pada pertanyaan seputar bioregion yang sempat sedikit dibahas seputar perbedaan pola pembangunan yang akan dilakukan berdasar bioregion oleh cawapres (nomor urut) 1. Disinggung sedikit juga, konsep Indonesia-sentris oleh cawapres 2. Terakhir, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil oleh cawapres 3. Namun, disayangkan diskusi topik ini tidak berkembang dan seakan hanya jadi angin lalu.

Ketiga topik yang disampaikan sebelumnya mampu menjadi landasan pikir dalam paradigma negara maritim. Pertama, konsep bioregion dapat menjadi dasar segmentasi wilayah yang lebih relevan secara ekologis maritim. Kedua, konsep Indonesia-sentris yang menitikberatkan pemerataan, keadilan, dan mengurangi dominasi satu pulau tertentu. Ketiga, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan komitmen dan asas legalitas penting dalam pengembangan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai beranda depan negara.

Pada akhirnya, menjadi cukup disayangkan karena dalam susunan lima putaran debat pilpres kali ini tidak ada tema spesifik seputar tema maritim. Hal ini kontradiktif apabila kita kembalikan pada urgensi dan relevansi topik ini dalam pembangunan nasional. Walaupun demikian, semoga ke depannya paradigma ini bisa terus diarusutamakan. Tidak hanya sebagai landasan pikir, tapi juga dalam ranah praksis mengingat masih banyak PR dan peluang di sektor kemaritiman kita. (*)

Sumber:

jawapos➚

Post a Comment for "Paradigma Maritim Luput di Debat Cawapres"