Ikuti kami di

Dosa Firli Bahuri di KPK Dikupas Abraham Samad dan Aulia Postiera Eks Penyelidik KPK

Dosa Firli Bahuri di KPK Dikupas Abraham Samad dan Aulia Postiera Eks Penyelidik KPK

Mantan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Aulia Postiera turut menanggapi ditetapkannya Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK terhadap Mantan Menteri Pertanian Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Rabu malam, 22 Oktober 2023.

Dalam siniar bersama mantan Ketua KPK periode 2011–2015 Abraham Samad, Bung Aulia, sapaan Aulia Postiera, menyebut bahwa dugaan pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri adalah satu dari banyak kejahatan yang dilakukan Ketua KPK itu.

Selama di KPK, kata dia, baik saat masih di Deputi Penyelidikan hingga menjadi pucuk pimpinan, Firli telah acap melakukan pelanggaran

“Pembocoran dokumen hingga bertemu dengan pihak berperkara,” ujar Aulia dalam video yang diunggah di Kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP, Kamis, 23 November 2023.

Bahkan, saat menjadi pimpinan KPK, kata Aulia, Firli berani mengubah kode etik KPK bersama dengan Dewan Pengawas atau Dewas KPK. Menurutnya, dulu KPK kuat karena value atau nilai dasar yang tertanam di setiap insannya.

Dulu nilai KPK adalah Religiusitas, Integritas, Kepemimpinan, Profesional, dan Keadilan, disingkat RI KPK. Nilai itu dirombak Firli.

“Lalu, oleh Firli, ketika pada 2019, saya masih ingat, kita di-framing, sebelum dia dipilih kan kita di-framing, dituduh Taliban, radikal, segala macam. Kita di-framing seolah-olah kita ini adalah kelompok radikal. Dihapus lah nilai religiusitas itu dan diganti dengan kata-kata sinergi,” ujarnya.

Aulia menilai hal ini menjadi masalah. Dia mempertanyakan mengapa nilai religiusitas diganti sementara di dasar negara Indonesia, Pancasila, ketuhanan yang masa esa adalah sila pertama. Kata Aulia, padahal religiusitas lah sebenarnya nilai inti dari KPK.

Menurutnya, ketika orang takut kepada Tuhan, dia tidak akan berani untuk melangkah berbuat jahat di luar nilai-nilai ketuhanan.

“Itu menurut saya fatal karena itu akan menurunkan nilai-nilai dasar, termasuk ke kode etik dan kode perilaku. Sinergis itu kan kata positif, bekerja sama, berkolaborasi. Tapi ada konotasinya, kompromi. Sinergi dengan koruptor,” kata Aulia.

Firli Bahuri Pecat Pegawai KPK Melalui TWK

Selain mengubah nilai dasar KPK, kejahatan lainnya yang dilakukan Firli adalah memecat 57+1 pegawai KPK. Mereka dipecat setelah dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK.

Menurut Aulia Postiera, berbicara mengenai Undang-Undang KPK, tidak ada urgensi dari KPK untuk melakukan assessment ulang. Namun, kata dia, pelaksanaan TWK itu memang sengaja dilakukan untuk mendepak pegawai KPK yang vokal.

“Kami menduga orang-orang ini (57+1 pegawai KPK) sudah ditarget. Mayoritas dari kami yang dipecat adalah orang-orang yang vokal di kantor yang melawan dia ketika dia melakukan kejahatan,” kata dia.

Aulia menceritakan, satu bulan setelah pemecatan massal pegawai KPK itu, satu orang dari temannya meninggal dunia.

Namanya Nanang Priyono. Menurutnya, almarhum adalah orang yang baik dan bukan orang yang vokal juga. Dia bekerja di biro Sumber Daya Manusia atau SDM yang memproses alih tugas menjadi pegawai negeri.

Pegawai tersebut sangat terpukul ketika masuk ke dalam kelompok 57+1. Hal itu membuat kesehatannya menurun hingga meninggal.

“Tak taulah penyebab apa, takdir Allah, tapi ada andil orang ini (Firli) atas hancurnya psikologs teman kita itu,” kata Aulia.

Aulia juga menceritakan soal 57+1 pegawai KPK yang masuk daftar hitam, disebut merah, dan tak bisa dibina. Ungkapan itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers.

Bagi Aulia, pernyataan itu adalah penghinaan terbesar bagi mereka selaku WNI yang bertugas menegakkan hukum dan memberantas korupsi.

Menurutnya, orang yang dicap merah kudu dicabut identitasnya sebagai seorang warga negara dan tak layak tinggal di Indonesia.

“Bayangkan, sudah merah itu seharusnya negara sudah mencabut KTP kami, mencabut paspor kami, kami tidak layak hidup di negeri ini. Kejahatan apa (yang kami lakukan) dengan hukuman seperti itu pak?” kata Aulia Postiera kepada Abraham Samad.

Aulia juga menyebut, kejahatan yang dilakukan Firli berupa pemerasan terhadap SYL adalah kejahatan korupsi tingkat tertinggi. Dia menjelaskannya, ada tiga klaster kejahatan korupsi terkait penerimaan dan pemberian.

Yang terendah adalah gratifikasi, kemudian suap yang berupa kesepakatan atau negosiasi, dan tertinggi pemerasan dari orang yang punya kewenangan kepada orang yang lemah.

“Menurut saya itu benar-benar kejahatan yang levelnya lebih tinggi dari pada suap. Karena orang yang bisa memeras itu pasti orang yang punya kewenangan dan orang yang diperas dalam posisi terpaksa, tidak berdaya,” ujarnya.

Abraham menganalogikan tindakan Firli seperti pencuri yang masuk ke dalam masjid dan mengambil kota amal. Lantaran, Ketua KPK itu melakukan tindakan korupsi di lembaga anti-korupsi.

Menurut Aulia, kejahatan yang dilakukan Firli malah lebih kejam karena mencuri di tempat ibadah. Pasalnya, dia adalah ketua KPK yang seharusnya bertugas memberantas korupsi. Namun kewenangan itu justru digunakannya untuk memeras.

“Pencuri mungkin mencuri karena kebutuhan, karena keterpaksaan ekonomi, ada faktor negara yang gagal memberikan pekerjaan kepada mereka. Tapi ketua KPK dengan segala fasilitas yang diberikan negara kepada dia, gaji besar, kewenangan besar, dia masih melakukan kejahatan dengan memeras orang yang seharusnya dia proses secara hukum, itu menurut saya lebih jahat pak,” katanya.

Dugaan Pemerasan Firli Bahuri, Oknum Komisioner KPK Lain Terlibat?

Abraham Samad lalu menyinggung ada kemungkinan keterlibatan oknum komisioner KPK lainnya dalam kejahatan yang dilakukan Firli. Aulia Postiera tak membantah praduga itu.

Apalagi, kata dia, berdasarkan pengalamannya dalam menangani perkara korupsi, kejahatan ini jarang dilakukan oleh seorang diri. Minimal pasti ada orang yang membantu.

Apalagi, menurut Aulia, KPK berbeda dengan lembaga-lembaga lainnya. KPK adalah lembaga yang kolektif dan kolegial. Jika lembaga lain dipimpin oleh seorang kepala, maka KPK dipimpin oleh seorang ketua.

Artinya, pimpinan tidak dapat menjalankan tugas secara individual alias harus kolektif. Sehingga, jika ada sesuatu deviasi dalam pekerjaan, Alia meyakini komisioner KPK yang lain mengetahui atau sekurang-kurangnya patut menduga ada yang salah.

“Saya meyakini Firli ini bisa jadi tidak sendiri. Ada pimpinan KPK yang lain yang terlibat atau pegawai KPK lain yang terlibat. Ini kita menduga ya. Mungkin bisa jadi tidak di kasus SYL ini, tapi di kasus lain,” katanya.

Aulia menduga hasil kejahatan Firli bisa mengalir ke koleganya. Ini terjadi jika dilihat dari cara kerja KPK yang kolektif dan kolegial.

Kata dia, dugaan tersebut wajar mencuat karena memang faktanya dari lima pimpinan KPK yang terpilih pada 2019, sudah dua orang yang terbukti bermasalah, yakni Lili Pintauli dan Firli Bahuri.

Menurutnya, ini adalah PR besar bagi penegak hukum jika ingin mengembangkan kasus dugaan pemerasan oleh Firli kepada SYL.

“Bisa dikembangkan ke komisioner lain atau ke dugaan perkara lain yang melibatkan komisioner lain,” katanya.

Sumber:
tempo➚

Post a Comment for "Dosa Firli Bahuri di KPK Dikupas Abraham Samad dan Aulia Postiera Eks Penyelidik KPK"