BelumAdaJudul.com - Demonstrasi mahasiswa terhadap krisis ekonomi menjadi
hari-hari sejak Maret 1998. Di Jakarta, aksi unjuk rasa dimotori oleh
mahasiswa dari perguruan tinggi negeri, yakni Universitas Indonesia dan IKIP
Jakarta. Mereka turun ke jalan menyuarakan aspirasi untuk membela rakyat.
Bukan berarti mahasiswa dari perguruan tinggi swasta tinggal diam. Mereka juga
bergerak, salah satunya mahasiswa Trisakti. Parry dalam Zaman Edan (2008)
menyebut awalnya mahasiswa Trisakti berdemonstrasi di dalam kampus. Mereka
menggelar mimbar bebas dan kerap mengadakan bakti sosial.
Namun, itu semua berubah pada 12 Mei 1998, tepat hari ini 25 tahun lalu. Para
mahasiswa yang diwakili Senat Mahasiswa Universitas Trisakti mendapat dukungan
penuh dari pimpinan kampus. Bahkan, di hari itu pimpinan kampus juga turun
gunung dan satu suara bersama mahasiswa menuntut reformasi dan pengunduran
diri Soeharto.
"Tercatat ada 6.000 mahasiswa sejak pukul 11.00 menyemut di pelataran parkir
kampus A Universitas Trisakti," tulis Parry.
Setelah puas 'memaki' Soeharto di dalam kampus, mereka berniat pergi ke
DPR/MPR Senayan pukul 13.00. Sayang, langkahnya terhenti karena polisi dan
tentara tidak memperbolehkannya. Mereka hanya boleh bergerak sampai kantor
Walikota Jakarta Barat, sekitar 300 meter dari kampus.
Harian Kompas (13 Mei 1998) menjelaskan bahwa mahasiswa tidak ada masalah
terhadap kebijakan pihak keamanan. Di sana pun mereka hanya berorasi di depan
polisi bertameng yang membawa pentungan. Selama mereka berorasi itu pula,
jumlah aparat keamanan bertambah.
Brimob dan Kopassus satu per satu datang menggunakan truk besar. Meriam air
dan gas air mata juga sudah disiapkan mereka. Meski begitu, mahasiswa
lagi-lagi tidak mempermasalahkannya. Toh, mereka tidak berbuat salah dan
anarkis. Polisi pun juga demikian, tidak bertindak karena mereka tidak onar.
Mereka tetap berorasi dan yang perempuan membagikan bunga mawar kepada polisi.
Situasi sangat hangat.
Menjelang Maghrib, tepat pukul 17.00, terjadi dialog yang menghasilkan
kesepakatan bahwa mahasiswa bakal mundur ke dalam kampus. Begitu juga polisi
yang memutuskan mundur. Kapolres (saat itu dijabat Timor Pradopo yang kelak
jadi Kapolri) dan Dandim berterimakasih kepada mahasiswa karena aksinya tidak
rusuh. Kedua pihak akhirnya membubarkan diri.
Namun, 15 menit kemudian situasi berubah.
"Tiba-tiba ada tembakan dari arah belakang barisan mahasiswa. Mahasiswa lari
menyelamatkan diri ke dalam gedung-gedung kampus. Aparat terus menembaki dari
luar. Puluhan gas air mata juga ditembakkan," tulis Kompas.
Tidak diketahui siapa yang memulai duluan. Namun, Soekisno Hadikoemoro dalam
Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 (1999) menuliskan masalah muncul saat seseorang
bernama Mashud meledek mahasiswa Trisakti yang mundur. Diduga, Mashud adalah
mata-mata karena setelah meledek dia malah lari ke barisan aparat.
Mahasiwa yang kesal akhirnya mengejar Mashud. Karena dia berlindung ke
belakang aparat, maka terjadilah gesekan antara kedua pihak. Dari sinilah,
letusan tembakan terjadi.
Masalahnya, tembakan yang keluar bukan peluru biasa. Sebab, ada empat
mahasiswa yang Tewas, mereka adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri
Heriyanto dan Hendriawan. Setelah diotopsi di RS Sumber Waras diketahui kalau
mereka tewas karena peluru tajam, bukan peluru karet.
Peristiwa ini kemudian menjadi catatan kelam. Bukan hanya menyangkut Hak Asasi
Manusia, tetapi berdampak luas pada hari-hari berikutnya. Sebab, situasi makin
tidak karuan. Rakyat dan mahasiswa marah karena rekannya telah tewas dalam
aksi unjuk rasa.
Upaya mencari dalang penembakan pun masih gelap. Perlu diketahui, aparat
polisi dan tentara tidak bergerak sendirian. Mereka bertindak atas perintah
atasan secara hierarkis.
Mengutip Kompas (29 Mei 1998), Kapolri Jenderal Dibyo Widodo mengaku bahwa
personilnya tidak dibekali peluru tajam. Jika bukan polisi lalu siapa yang
menembak? muncul dugaan ada pasukan tak dikenal yang disokong militer. Meski
begitu, tidak jelas pasukan mana yang dimaksud. Begitu juga Pangdam Jaya
Sjafrie Sjamsoeddin yang bantahan sama dengan Dibyo.
Kasus ini kemudian berujung pada putusan vonis terdakwa kepada 12 polisi.
Namun, mereka mengaku tidak terlibat dalam penembakan dan dianggap sebagai
kambing hitam dan korban politik. Hingga kini, tak jelas dalangnya siapa.
Sumber :
Tag :
Post a Comment for "25 Tahun Krisis: Mahasiswa Trisakti Tewas, Dalang Terungkap?"