BELUMADAJUDUL.COM - Kasus Sambo
membuat masyarakat Indonesia melihat adanya berbagai pelanggaran etika,
bagaimana perilaku polisi. Sebagian masyarakat selalu mengatakan “Akh kita kan
rakyat kecil, bisa apa sih kita”. Namun akhirnya sulit dibendung, ditutupi
dengan adanya informasi gencar dari media sosial pro dan kontra.
Saya sering kali menggunakan kutipan dari Dalay Lama, “Seandainya kamu hanya
sebagai seekor nyamuk kecil, jangan kamu pikir ga bisa apa-apa. Waktu tuan
kamu sedang tidur, kamu terus aja ngoeng-ngoeng semalaman. Pasti tuan kamu ga
akan bisa tidur. Apalagi yang ngoeng-ngoeng ini ratusan ribu di sosial media.
Inilah pertama kalinya people power di sosial media betul-betul jadi alat
pendorong perubahan. Dan ini sulit dilawan oleh aparat kepolisian.
Demikian papar Dr Rizal Ramli di acara talk Show yang diselenggarakan Total
Politik, ajang Adu Perspektif dengan mengangkat tema ANTARA VONIS SAMBO DAN
RASA KEADILAN MASYARAKAT, Jakarta 15 Februari 2023
“Ketika awal kasus Sambo muncul ke permukaan, saya di WA oleh salah satu
pejabat tinggi di polri ditanya menurut mas Rizal gimana, saya bilang yang
penting itu yang harus dijaga integritasnya adalah institusi. Jangan gunakan
institusi untuk melindungi satu bahkan sepuluh Jenderal. Ternyata itu jadi
basis kebijakan di kepolisian.”
“Sambo sangat power full bukan hanya karena jabatannya saja tetapi karena
“pegang” uang 303 yang jumlahnya besar sekali. Itu uang yang nyebar ke
mana-mana. Jadi, he was powerfull , not only because of his rank. Powerfull
bukan hanya karena jabatan, tetapi karena dia casier 303,” ujar Rizal Ramli.
Menurut RR, Samboisme ini nyaris sama dengan savakisme di Iran. Savak itu
kekuatan polisi otoriter yang dipakai untuk memata-matai sipil, oposisi,
menjerumuskan, melakukan operasi penangkapan – penyiksaan.Gejala Sambo ini
jangan dilihat hanya sebagai kasus pembunuhan, kasus penghilangan barang
bukti. Gejala Sambo ini jangan dilihat hanya sebagai kasus pembunuhan, kasus
penghilangan barang bukti.
Savakisme itulah yang menjadi kemarahan rakyat di Iran terhadap Syah Iran,
kemarahan rakyat Iran sangat luar biasa. Di Eropa Timur juga polisi itu luar
biasa brutalnya. Jangan sampai ini terjadi di Indonesia.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia ini
memaparkan bagaimana sistem kepolisian itu harus dibenahi, agar tidak terjadi
seperti Savak di Iran.
Pertama. Aliran dana 303 dibuka, kepada siapa saja. Saya khawair aliran itu
sampai ke sumber-sumber penting di Indonesia. Kedua, polisi tidak boleh lagi
ikut dalam politik. Jangan jadi penyangga dari siapa-siapa. Karena itu
ciri-ciri negara semi otoriter. Ketiga Jangan menggunakan Undang-undang ITE.
Undang-undang ITE didesign untuk melawan kejahatan keuangan, kriminal. Tapi
prakteknya hanya jadi alat untuk menakut-nakuti oposisi
Jadi, kembalikanlah fungsi kepolisian yang semestinya, dan jangan
dipersenjatai super moder, senjata lebih canggih dari angkatan darat dan
biayanya tiga kali lipat dari angkatan yang lainnya.
Bang RR sapaan akrabnya, menuturkan di masa pemerintahan Gus Dur memisahkan
antara TNI dan Polri , dengan niat mudah-mudahan seperti polisi Inggris,
berwibawa yang senjatanya hanya pentungan doang. Tapi ternyata perkembangannya
polisi ini tidak hanya dwi fungsi tapi multi fungsi. Kalau kita mau benahi
polisi harus kembalikan ke fungsi polisi saja. Bukan ikut dalam politik, ikut
dalam intelijen, dukung calon ini dukung itu, ikut dalam pencarian uang dll.
Terus terang, image TNI sekarang ini baik karena hanya fokus pada fungsi TNI.
Kalau TNI juga melakukan multi fungsi, akan rusak juga. “Sekarang ini
kepolisian rusak imagenya karna melakukan multi fungsi. Kita harus benahi
kalau kita mau menegakkan demokrasi , tidak boleh multi fingsi,”tutup Rizal.
Sumber :
Tag :
Post a Comment for "Rizal Ramli: People Power di Sosmed Betul-betul Jadi Alat Pendorong Perubahan"