![Hukum Menunda Gaji Pekerja Hukum Menunda Gaji Pekerja](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHREvk1hmY3f3byFVnJYe_NryOqlCVIuaQ7sY2EvT81PivKAffxfdKGEYXnZQ6VfLFXq_qGIiFfWCm13sqmPpLXR0_8VjWPPo8mBXH8RGhx32_ZkRWWIbGZOusfk84fPZ9ZhmvpTaOYKMijmrLUBwjqx1jhhC7yE8GPtodYVHTrSUX1appDitJrPr5/w640-h360/204627159_185299270202738_4870334644466736849_n.jpg)
Kewajiban bagi majikan adalah memberikan gaji atau upah kepada orang yang
telah bekerja padanya. Dalam fikih Islam, upah atau gaji dikenal dengan
istilah ijarah.
Dalam al-Mujam al-Wasit, ijarah didefinisikan dengan upah atas pekerjaan
dan akad manfaat dengan ganti rugi. Ijarah juga sebagai kompensasi jasa,
manfaat, dan mahar.
Dalam al-Mujam al-Wasit juga disebutkan standardisasi ijarah. Standar
ijarah yang diterima pekerja adalah upah yang mencukupi si pegawai untuk
hidup dengan kehidupan yang tenang dan nyaman.
Lantas, bagaimanakah teknis membayarkan ijarah kepada karyawan dalam fikih
Islam?
Apakah boleh menunda atau melambatkan pemberian gaji?
Bukan hal yang dipersilisihkan lagi di kalangan fuqaha, pembayaran ijarah
adalah sesuatu yang harus disegerakan.
Seorang majikan tidak boleh menunda atau melambat-lambatkan penunaian
ijarah, padahal ia mampu membayarkannya dengan segera.
Hal ini berdalil dengan hadis dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda, "Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum
keringatnya kering." (HR Ibnu Majah). Hadis sahih ini berupa perintah yang
wajib ditunaikan para majikan. Haram hukumnya menangguhkan gaji pekerja
tanpa alasan yang syar'i.
Pekerja yang dalam akad (kontrak kerja) digaji bulanan, maka di akhir bulan
harus segera dibayarkan gajinya. Demikian juga pekerja harian, setelah
selesai ia bekerja sehari itu, gajinya harus dibayarkan.
Rasulullah SAW mengibaratkan jarak waktu pemberian upah dan selesainya
pekerjaan dengan keringat. Jangan sampai keringatnya mengering, artinya
sesegera mungkin setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Tidak menunggu esok,
apalagi lusa.
Imam al-Munawi mengatakan, seorang majikan yang menunda pemberian gaji,
berarti ia sudah melakukan kezaliman kepada pekerjanya. "Diharamkan menunda
pemberian gaji, padahal ia mampu menunaikannya tepat waktu.
Yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah
ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah
pekerjaan itu selesai ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak
kering atau keringatnya telah kering," demikian disebutkan al Munawi dalam
Faidhul Qodir (jilid 1: hal 718).
Imam al-Munawi berdalil dengan hadis Rasulullah SAW, "Menunda penunaian
kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman" (HR Bukhari Muslim).
Majikan yang suka menunda-nunda gaji para karyawannya sebenarnya
mendapatkan ancaman serius dalam jinayah hukum Islam. Menurut al Munawi,
majikan tersebut halal kehormatannya dan layak mendapatkan hukuman.
Hal ini berdalil dengan hadis Rasulullah SAW, "Orang yang menunda
kewajiban, halal kehormatan dan pantas mendapatkan hukuman." (HR Abu Daud,
Nasa-i, Ibnu Majah).
Halal kehormatannya maksudnya ia termasuk dalam salah satu daftar orang
yang boleh dibukakan aibnya kepada orang lain.
Menunda penunaian gaji adalah salah satu bentuk kezaliman yang boleh
dibeberkan tanpa perlu khawatir hal itu termasuk gibah (menggunjing orang
lain).
Tidak hanya itu, jika majikan yang menunda pembayaran gaji karyawannya
sudah pada tahap meresahkan, pihak berwenang bisa saja memberikan
hukuman.
Menurut al Munawi, ia bisa dihukum karena sikap menahan gaji adalah tindak
kejahatan.
Banyak hal dilakukan pihak perusahaan untuk mengakali penunaian gaji para
karyawannya. Perusahaan ingin agar gaji karyawannya bisa diundur dari waktu
yang semestinya.
Misalkan, gaji karyawan yang digaji secara bulanan, pembayarannya dilakukan
di pertengahan bulan selanjutnya. Walau karyawan tetap menerima gaji setiap
bulan, mereka tetap saja dizalimi. Hal ini juga tidak diperbolehkan.
Dalam Mausuah al-fiqh al-Islami (3:534) disebutkan, orang yang suka menahan
ijarah atau malah memakannya, maka Allah akan menjadi musuhnya pada hari
kiamat.
Hal ini berdalil dengan hadis qudsi dari Abu Hurairah RA bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT berfirman, ‘Ada tiga jenis orang yag aku
berperang melawan mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas
namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang berjualan orang merdeka lalu
memakan (uang dari) harganya, dan seseorang yang memperkerjakan pekerja
kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar
upahnya." (HR Bukhari).
Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) pernah ditanya
terkait kasus majikan yang menahan gaji para karyawannya.
Dalam situs resminya, para ulama yang tergabung dalam Al Lajnah Ad Daimah
tersebut mengecam tindakan tersebut.
Lantas bagaimana jika para karyawan ridha dengan sikap majikannya yang
menahan pembayaran gaji? Hal ini juga pernah ditanyakan kepada Al Lajnah Ad
Daimah Saudi Arabia.
Penanya memaparkan kasus seorang majikan yang tidak mau memberikan upah
kepada para pekerjanya (pembantu rumah tangga). Upah baru diberikan ketika
pekerja tersebut akan pulang ke negerinya setelah setahun atau dua
tahun.
Namun, para pekerja tersebut ridha karena mereka tidak terlalu butuh untuk
mendapatkan gaji setiap bulan.
Ulama Lajnah mengatakan, harus ada kejelasan akad antara pekerja dan
majikannya. Jika mereka ridha pembayaran gaji dibayarkan setelah satu tahun
atau ketika mereka akan pulang ke tanah airnya, hal ini tidak mengapa.
Yang terpenting adalah kejelasan akad antara majikan dan pekerja agar di
kemudian hari tidak ada yang dikecewakan. "Kaum Muslimin wajib mematuhi
persyaratan yang telah mereka sepakati," jelas para ulama dalam fatwa Al
Lajnah Ad Daimah.
Post a Comment for "Hukum Menunda Gaji Pekerja"